Mantannapi.com - Saya
akan berbagi salah satu kisah menarik selama saya di hotel prodeo. Saat di
tahanan Polrestabes Bandung saya sekamar dengan kakak beradik dari Aceh. Mereka
adalah supir dan tukang cukur. Serta satu orang lagi paketan mereka dengan
kasus yang sama berasal dari Tangerang
Kami berempat adalah orang yang
paling lama mendekam di sel Polrestabes Bandung. Mungkin karena kasus kita yang
tidak biasa dan juga jadi public interest alias jadi konsumsi publik dan masuk media sehingga polisi hati-hati dalam membuat
BAP. Serta polisi juga terus mengembangkan karena ada kemungkinan tersangka
lain meski akhirnya buntu. Kami hampir 4 bulan di tahanan Polrestabes Bandung sebelum berkas
naik ke Kejaksaan dan kami diajukan ke meja hijau. Serta kami pun dipindah ke Rumah
Tahanan Klas I Bandungatau yang lebih di kenal Rutan Kebonwaru. Sementara rata-rata tahanan lain hanya 2 bulan di Polrestabes Bandung sebelum kemudian dioper ke rutan. Memang kasus-kasus yang anti mainstream butuh waktu lama bagi polisi untuk menyelesaikan P. 21. Seperti
kasus saya (jangan tanya kasus saya, saya maluuu), kasus si Aceh bersaudara,
atau kasus konyol si erwin yang iseng sms neror masjid sehingga di kira teroris
atau juga kasus si ryan yang bakar orang hidup-hidup hingga tewas ataupun kasus bentrok Geng Motor XTC vs Geng Motor Brigez yang menimbulkan korban jiwa..
Selama di Polrestabes Bandung kami
banyak ngobrol seputar latar belakang maupun seputar kasus kami. Mereka juga
menyuruh saya untuk menulis kisah kami di internet. Entah apa yang ada
dipikiran mereka ketika saya bilang pekerjaan saya adalah blogger. Blogger sih
apa? Tanya mereka. Orang-orang yang suka menulis omong kosong di internet,
jawab saya.
Si kakak beradik dari
Aceh yang keduanya saya panggil Pak Cik sudah lanjut usia. Si kakak berusia
lebih 50 tahun, sementara si adik 45 tahunan. Si kakak seorang supir sementara
si adik tukang cukur. Sementara teman satunya dari Tangerang bernama Dede. Dia
seorang penjaga gudang. Umurnya 32 tahun.
Mengapa mereka bisa
berakhir di penjara?
Mereka melakukan
kesalahan terbesar dalam hidup mereka yaitu berurusan dengan narkoba. Pak cik
ternyata seorang kurir ganja dari Aceh. Muatannya pun tak tanggung tanggung
yaitu 4 kuintal ganja yang dia bawa di truk tronton yang disamarkan dengan
mainan anak-anak. Menurut pengakuan si adik dia tidak tahu bahwa muatan truknya
adalah barang terlarang, sementara si kakak tahu isi muatannya dan tahu pula
resikonya jika ditangkap polisi. Kata mereka itu adalah pertama kali mereka
membawa ganja karena tuntutan ekonomi. Sementara si Dede adalah penjaga gudang
namun bukan gudang biasa karena di dalam gudang berisi berkuintal kuintal ganja
siap edar. Mereka adalah satu jaringan namun mereka tidak saling kenal. Mereka
hanya dipandu oleh bos mereka melalui sms. Mereka juga tidak pernah bertemu
dengan para bos mereka.
Ceritanya pak cik si
kurir ditawari ngangkut ganja oleh seseorang kawan lama. Diberi truknya serta
upahnya tinggal bawa dengan tujuan Bogor, Jawa Barat. Hanya dipandu lewat sms.
Sementara Dede menjemput di jalan tol. Namun semua berantakan karena polisi
mengendus kejahatan mereka hingga akhirnya mereka digrebeg BNN Polda Jabar di
jalan tol.
Selama ditahanan kami
sering ngobrol sambil main kartu dan main catur serta menebak-nebak berapa lama
kami akan dipenjara. Si Aceh bersaudara sangat rajin berdoa, mereka menangis
dalam tiap doanya bukan hanya untuk dirinya sendiri namun juga buat orang-orang
yang ditinggalkannya harus menghadapi kerasnya dunia tanpa seorang ayah, tanpa seorang
suami. Mereka tahu bahwa mereka akan dihukum berat namun tidak akan menyangka
dengan putusan final hakim nantinya. Karena mereka hanya pion bukan pemilik
atau bosnya. Hanya pesuruh rendahan. Si bersaudara dari Aceh malah yakin jika
hukumannya hanya hitungan tahun. Bahkan ketika berkas tak kunjung beres dan
polisi tak juga memberi kabar perkembangannya si adik berharap bebas. Karena si
adik mengaku tidak tahu menahu isi muatan karena memang dirahasiakan oleh si
kakak. Saat dites urin pun hasilnya mereka negatif. Berbeda dengan Dede si
penjaga gudang. Dia pasrah akan dihukum berat karena dia juga memakai ganja
yang digudang sehingga dia positif narkoba. Dia juga mengaku pecandu
obat-obatan lainnya seperti sabu-sabu. Dia pun menebak bahwa hukumannya mungkin akan diatas lima
tahun, namun dia berharap keajaiban sehingga bisa berkurang.
Saya yang seorang sarjana
hukum sering ditanya-tanya mereka lalu jawabku : lah paling hukuman Pak Cik
ringan semoga 1-2 tahun, kan cuma kurir, kata saya. Meski itu hanya menghibur
mereka saja yang buta hukum. Karena saya pesimis mereka akan cepat menghirup
udara bebas karena hukuman pemain narkoba memang sangat berat.
Mereka adalah tulang
punggung keluarganya. Si Aceh bersaudara meninggalkan anak istrinya di Aceh.
Mereka tidak pernah membesuk sekalipun ke Bandung karena tidak ada biaya.
Sementara si Dede mempunyai seorang istri dan dua anak kecil-kecil. Dede
bercerita bahwa hidupnya berubah sejak bisnis narkoba. Dia yang awalnya kerja
serabutan dan luntang lantung akhirnya bisa nyicil rumah dan mobil sendiri
sejak kenal narkoba. Berawal dari pengedar kelas teri hingga jadi penjaga
gudang. Memang uang yang menjanjikan dari bisnis narkoba. Tiap ada kiriman dari
Aceh dia bisa mendapat puluhan juta. Ganja dari Aceh sendiri di jual 2 juta an
perkilo.
Kami juga berjanji kalo
sudah keluar bui nanti masih saling berhubungan. Mungkin hanya janji bui. Git
besok maen ke Tangerang ya, git besok maen ke Aceh ya, git besok saya maen ke
Jawa ya...kata mereka.
Hingga akhirnya berkas
kami masing-masing lengkap dan kami dioper ke Rutan Bandung dan siap diajukan
ke pengadilan. Mereka lebih dulu berlayar ke rutan.
Di rutan saya masuk blok
khusus reskrim sebelum akhirnya pindah ke blok khusus korve, sementara mereka
masuk blok khusus narkoba. Sidang kami pun di hari yang sama dan bertempat yang
sama yaitu di Pengadilan Negeri Klas I Bandung. Belasan kali mereka disidang.
Saya lebih dulu diputus bersalah yaitu vonis 2 tahun subsider 3 bulan kurungan
penjara. Sementara mereka masih berjuang di kursi pesakitan. Hingga tiba
tuntutan dibacakan yaitu mereka dituntut hukuman mati. Mereka pun menangis
sejadi-jadinya. Tak bisa berkata-kata. Teringat keluarga yang menanti di rumah.
Mereka hanya bisa pasrah.
Beberapa minggu kemudian
hari putusan pun tiba. Vonis mereka lebih ringan dari tuntutan yaitu 15 tahun
untuk si adik, 20 tahun untuk si kakak dan hukuman penjara seumur hidup untuk
si dede. Jelas lebih berat daripada doa-doa dan harapan mereka selama di polres.
Saya lihat foto mereka di koran sedang menangis ketika putusan dibacakan.
Saya pun menemui mereka
untuk ikut berduka. Meski sebenarnya dilarang penghuni blok reskrim main ke
blok narkoba. Mereka terlihat tegar dan biasa-biasa saja dengan putusan yang
menurut saya sangat mengerikan itu. Meski sekilas terlihat kesedihan yang
mendalam di mata mereka. Si Dede malah jualan pulsa, git kalo butuh pulsa beli
ke aku ya, katanya.
Saya tanya apakah mereka
akan banding? Mereka menjawab tidak. Mereka mengaku bersalah dan menerima
putusan dengan lapang dada. Lagian aku mah apa atuh, katanya. Karena mereka
tidak berduit jadi takut jika banding malah bisa jadi lebih berat dan berakhir vonis
mati.
Kini mereka hanya bisa
meratapi nasib di balik tembok derita. Apalagi mereka bukan bos narkoba yang
bisa hidup enak di bui. Penyesalan tidak lagi berguna. Pak cik yang sudah
berusia renta pun mungkin tak akan pernah bisa bertemu lagi dengan keluarganya.
Sementara si Dede hanya bisa berharap mendapat grasi dari presiden agar
hukumannya dikurangi sehingga dia tidak menghabiskan sisa hidupnya di penjara.
Serta bisa berkumpul lagi bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil di
rumah. Suatu saat nanti. Meskipun entah itu kapan.
Beberapa waktu kemudian
mereka dipindah ke Lapas Narkoba Cirebon. Hingga sekarang saya sudah bebas tidak tahu lagi
kabar mereka. Mungkin mereka sudah dipindah lagi ke LP Nusakambangan.
Mungkin dengan
terungkapnya kasus mereka ada ribuan generasi muda yang terselamatkan. Mungkin
banyak pula orang-orang di luar sana yang berharap orang-orang seperti mereka di hukum mati. Namun saya sebagai sahabat sepenanggungan dan seperjuangan
mereka tetap berharap mereka diberi ketabahan dan diberi kesehatan agar bisa berkumpul lagi bersama keluarga masing-masing. Meski saya tidak jago nulis
namun akan saya penuhi janji saya bahwa suatu saat akan menulis kisah mereka di
blog saya agar kalian bisa membacanya. Semoga mereka masih ingat alamat blog
saya. :)
Saya hanya bisa berdoa:
Hai sahabat sepenanggungan cepat pulang ya dan semoga suatu saat kita bisa
berkumpul lagi ditempat yang jauh lebih baik. Bermain poker dan yang kalah
kepalanya diiket pake gelang karet.. :)
Yel-yel bui:
Cangkurileng dina tembok, culang-cileng hayang m***ok... :)
# Buat teman-teman berpikirlah seribu kali untuk mencoba narkotika apalagi menjadi pengedar. Karena selain merusak badan juga hukumannya sangat berat bagi para pelaku, baik pemakai maupun penjual narkoba.
Bunyi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pasal 111 UU Narkotika yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114 UU narkotika yang berbunyi :
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Belum ada tanggapan untuk "Berani Bisnis Narkoba = Siap Dihukum Penjara Seumur Hidup"
Post a Comment